Iklan

Iklan

,

Iklan

Krisis Etika dan Adab Sebagian Remaja Aceh : Budaya Memaki di Warung Kopi

Redaksi
14 Mar 2025, 01:55 WIB Last Updated 2025-03-13T18:55:44Z
Muhammad Nur, S.Pd., Gr | Guru Ekonomi dan Wakil Humas SMA Negeri 2 Patra Nusa, Manyak Payed

Oleh Muhammad Nur, S.Pd., Gr
(Guru Ekonomi dan Wakil Humas SMA Negeri 2 Patra Nusa, Manyak Payed) 


SUARAACEH.ID | Aceh Tamiang --- Warung kopi di Aceh bukan sekadar tempat ngopi. Ini adalah bagian dari budaya, tempat bertukar pikiran, berdiskusi, bahkan mencari inspirasi. Dulu, warung kopi identik dengan obrolan penuh hikmah, debat santai, dan persaudaraan yang erat. Namun, kini suasananya mulai berubah.

Masuklah ke salah satu warung kopi, terutama yang dipenuhi remaja. Apa yang terdengar? Bukan sekadar canda tawa, tapi teriakan penuh emosi, sumpah serapah, dan makian yang meluncur tanpa kendali. Sumbernya? Sebagian besar berasal dari anak-anak muda yang asyik bermain game online.

Fenomena ini menjadi pertanyaan besar: Mengapa budaya memaki menjadi hal yang biasa? Ke mana hilangnya etika dan adab sebagian remaja Aceh?

Main Game, Lupa Adab?

Game online bukanlah sesuatu yang salah. Ia bisa menjadi hiburan, melatih strategi, dan bahkan membuka peluang karier. Namun, yang mengkhawatirkan adalah bagaimana sebagian besar remaja Aceh memainkannya: penuh emosi dan kata-kata kasar.

Dalam permainan kompetitif, kekalahan sering kali memicu kemarahan. Namun, alih-alih mengontrol diri, mereka melampiaskannya dengan makian, bahkan kepada teman sendiri. Lebih parah lagi, kebiasaan ini merembet ke kehidupan sehari-hari. Jika dulu kata-kata kasar dianggap tabu, kini menjadi bagian dari gaya bicara.

Banyak remaja tidak menyadari bahwa bahasa yang mereka gunakan mencerminkan karakter dan kepribadian. Ketika makian menjadi kebiasaan, mereka secara tidak langsung sedang merusak citra diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sikap remaja ini. Pertama, perkembangan teknologi dan media sosial yang memberi akses luas pada bahasa kasar dalam konten-konten digital.

Tayangan-tayangan hiburan dan media daring sering kali menganggap makian sebagai hal yang lumrah, bahkan keren. Kedua, lemahnya pengawasan keluarga dan lingkungan dalam membentuk karakter anak. Kurangnya pendidikan etika sejak dini menyebabkan remaja tidak memahami pentingnya menjaga lisan dan sopan santun.

Selain itu, pergeseran budaya juga berkontribusi. Jika dulu warung kopi menjadi tempat diskusi santun antar generasi, kini sebagian warung kopi lebih didominasi oleh remaja yang sering kali terjebak dalam obrolan penuh makian dan kata-kata kasar.

Harapan : Membangun Kembali Adab dan Etika

Sebagai guru dan bagian dari masyarakat, saya berharap ada upaya bersama untuk mengembalikan budaya santun dalam pergaulan remaja Aceh, khususnya di ruang-ruang publik seperti warung kopi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

1. Peran Keluarga

Orang tua harus menjadi contoh utama dalam penggunaan bahasa yang baik. Komunikasi dalam keluarga yang penuh dengan nilai-nilai etika akan membentuk kebiasaan positif pada anak-anak.

2. Pendidikan Adab di Sekolah

Pendidikan adab di sekolah adalah bagian penting dalam membentuk karakter dan moral peserta didik. Selain kecerdasan akademik, pendidikan adab berperan dalam menciptakan individu yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan memiliki sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pengawasan Lingkungan dan Tokoh Masyarakat

Pemilik warung kopi, tokoh agama, dan masyarakat umum harus peduli terhadap fenomena ini. Mereka bisa mengingatkan atau menegur dengan bijak jika melihat perilaku yang tidak sopan yang dilakukan oleh kalangan muda ini.


4. Pemanfaatan Media Sosial Secara Positif

Konten-konten edukatif dan inspiratif tentang pentingnya etika dalam berkomunikasi perlu diperbanyak. Media sosial harus menjadi sarana penyebaran nilai-nilai positif, bukan justru tempat normalisasi bahasa kasar.

Aceh memiliki warisan budaya yang kaya dengan nilai-nilai Islam dan adat istiadat yang luhur. Sebagai generasi penerus, remaja harus memahami bahwa menjaga lisan adalah bagian dari menjaga martabat diri dan kehormatan daerahnya.

Budaya santun bukan sesuatu yang kuno, tetapi justru menjadi ciri khas masyarakat beradab. Semoga dengan kepedulian bersama, warung kopi kembali menjadi ruang interaksi yang nyaman, penuh hikmah, dan tetap mencerminkan keistimewaan Aceh yang berbudaya Islami dan Berkarakter dan Relegius.

Semoga Momentum Ramadhan 1446 H menjadi momentum kita untuk sama- sama memperbaiki diri ,dan Adab yang baik akan tercermin di antara remaja aceh kedepannya

Anak Remaja Butuh Bimbingan dan didikan yang terus kita lakukan, agar perubahan itu akan menjadi nyata jika ada kepedulian sesama kita yang hidup didalam masyarakat.

Iklan